Kuda Renggong

Kuda Renggong adalah kesenian tradisional Jawa Barat yang berasal dari Kabupaten Sumedang. Pada awalnya, sebutan Kuda Renggong adalah Kuda Igel (kuda yang bisa menari). Igel (Sunda) yang artinya tari. Sedangkan istilah renggong diperkirakan diambil dari kata ronggeng, yang artinya penari wanita. Istilah Kuda Renggong diambil berdasarkan dua pengertian di atas yang masing-masing menunjukkan sebagai tari-menari. Jadi, Kuda Renggong artinya Kuda yang bisa menari.

Kesenian tersebut merupakan buah karya Sipan dari Dusun Cikurubuk, Kecamatan Buahdua, Kabupaten Sumedang. Sipan adalah seorang abdi dalem Bupati Sumedang, Kanjeng Pangeran Suryaatmadja, yang bertugas untuk memelihara kuda. Sejak kecil ia memang sudah tertarik pada gerak-gerik kuda, sehingga ia berkeyakinan bahwa kuda pun dapat dididik untuk bisa mengikuti gerak-gerik yang dinginkan oleh manusia. Sipan kemudian mulai melatih kuda sesuai dengan angan-angannya, bisa ”menari” atau ngarenggong. Ia pun menyediakan musiknya untuk merangsang agar kuda yang dilatihnya cepat ngarenggong.

Motif-motif gerakan yang dilatihkan antara lain:
1. Adean, yakni gerakan lari melintang dan gerakan lari ke pinggir seperti ayam yang sedang birahi.
2. Torolong, yakni gerakan lari dengan langkah pendek-pendek namun cepat.
3. Derap atau jogrog, yakni langkah kaki seperti jalan biasa, namun gerakannya cepat.
4. Congklang, yakni lari dengan gerakan cepat ke arah depan seperti larinya kuda pacu.
5. Anjing minggat, yakni gerakan setengah lari.

Setelah Sipan berhasil melatih kuda bisa menari atau ngarenggong dengan iringan musik, selanjutnya kuda tersebut dijadikan tunggangan budak untuk acara sebelum khitanan atau gusaran. Kuda Renggong pertama kali dipertunjukkan ke masyarakat dimulai saat keluarga Bupati Sumedang, Kanjeng Pangeran Suryaatmadja (1887-1919), mengadakan perhelatan khitanan putranya. Selanjutnya, menaiki Kuda Renggong sebelum anak dikhitan atau digusar menjadi tradisi sampai sekarang, tidak saja hanya bagi masyarakat Sumedang, akan tetapi juga bagi masyarakat lainnya di Jawa Barat.

Pada masa lalu, arak-arakan Kuda Renggong hanya diiringi dengan tetabuhan dogdog, terompet dan angklung. Kemudian Sukria, anaknya Ki Sipan, menyertakan Tanjidor sebagai musiknya, yang alatnya tersiri atas:Tambur kecil, Tambur besar, Klarinet, Fiston, dan Tenor. Dalam perkembangan selanjutnya, alat musik pengiring Kuda Renggong berupa dua buah kendang berukuran besar, satu buah kulanter, seperangkat goong (kempul dan goong besar), tarompet, kecrek, dan tiga buah ketuk. Alat-alat musik tersebut dibawa dengan berbagai cara, ada yang digendong, dikalungkan, digotong, dan sebagainya.

Di samping diiringi dengan musik, di dalam arak-arakan Kuda Renggong juga dibarengi dengan para penari yang disebut pangatik. Mereka biasanya menari di depan kuda atau di belakangnya. Kehadiran para penari tersebut menjadi sangat berarti, karena suasana arak-arakan menjadi lebih meriah. Kudanya pun dihias dengan berbagai ornamen busana, mulai dari bagian kepala sampai bagian ekornya. Encep Suharna, dari Desa Pasir Reungit, Kecamatan Paseh, adalah salah seorang yang memulai membuat kreasi busana Kuda Renggong.

Sekitar tahun 1970-an Kuda Renggong dijadikan kesenian khas Kabupaten Sumedang dan menjadi bagian dari upacara penyambutan tamu kehormatan seperti bupati, gubernur, menteri, dan pejabat penting lainnya yang datang ke Sumedang. Tradisi ini diawali ketika Gubernur Jawa Barat, Solihin Gautama Purwanegara datang ke daerah Darongdon, Buahdua, yang kala itu disambut dengan atraksi Kuda Renggong.

Sekitar tahun 1980-an, muncul Kuda Renggong Silat hasil kreasi Edy sebagai pangatik (pelatih) kuda dari Dusun Galudra, Cimalaka, Sumedang. Dia melatih kuda milik Engking dari Desa Jambu, Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang yang diberi nama Kuda Dinar. Ia “mengajarkan” beberapa gerakan silat dan berhasil ditiru oleh Kuda Dinar tadi. Daya tarik dari pertunjukan kuda silat adalah lebih atraktif dan akrobatik.

Sejak tahun 1985-an (setiap tanggal 11 September), Kuda Renggong dimasukkan ke dalam agenda Festival tahunan Pariwisata Jawa Barat. Hal ini merupakan upaya pemerintah Kabupaten Sumedang bekerjasama dengan berbagai instansi, organisasi, seniman, dan masyarakat, dalam upaya meningkatkan peran Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu tujuan wisata. Akan tetapi, pada tahun 2010 festival

Kuda Renggong tidak lagi 11 September, melainkan pada bulan April, bertepatan dengan Hari Ulang Tahun Kabupaten Sumedang.